LAMPUNG, INFOBERITA—Program Makan Bergizi Gratis (MBG), program strategis nasional Presiden Republik Indonesia yang menyasar murid sekolah, kembali menuai sorotan. Dugaan penyaluran pangan tidak layak konsumsi terjadi di Dapur SPPG Selereno, Desa Seloretno, Kecamatan Sidomulyo, Kabupaten Lampung Selatan, pada 19 Desember 2025.
Berdasarkan temuan di lapangan dan keterangan wali murid, paket MBG yang diterima murid mengandung sebagian bahan pangan rusak, kondisi yang dinilai tidak dapat ditoleransi karena menyangkut keamanan konsumsi anak.
Rincian Temuan Pangan Rusak
Dalam satu paket MBG yang dibagikan kepada murid sekolah, ditemukan:
Buah apel sebanyak 1 kg, dengan 2 buah apel dalam kondisi busuk dan tidak layak konsumsi,
Dua butir telur rebus, dengan 1 butir telur busuk dan mengeluarkan bau menyengat,
Paket tambahan berupa kacang hijau 1 kg, roti tawar 300 gram, serta roti SPPG dua bungkus untuk jatah konsumsi selama 10 hari.
Meski tidak seluruh isi paket rusak, fakta bahwa pangan busuk dapat lolos hingga ke tangan murid sekolah dinilai sebagai indikasi kelalaian serius dalam pengawasan mutu pangan.
Pengakuan Pihak Dapur MBG
Saat dikonfirmasi awak media, Fredi, pihak Dapur MBG SPPG Selereno, mengakui adanya bahan pangan rusak dan menyatakan kesiapannya untuk mengganti.
“Kami siap mengganti telur dan buah apel yang busuk dan akan kami antar ke tempat,” ujarnya.
Namun demikian, masyarakat dan wali murid menilai penggantian setelah kejadian bukan solusi utama, karena persoalan mendasarnya adalah kegagalan sistem kontrol mutu sebelum distribusi.
Ancaman terhadap Kesehatan Murid
Anak sekolah merupakan kelompok rentan. Konsumsi telur busuk dan buah rusak berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan, mulai dari keracunan makanan hingga infeksi saluran pencernaan. Oleh karena itu, setiap bentuk kelalaian dalam program pangan anak dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap tanggung jawab negara.
Potensi Sanksi Administratif hingga Pidana
Jika hasil pemeriksaan instansi berwenang membuktikan adanya kelalaian atau pelanggaran prosedur dalam pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian paket MBG di Dapur SPPG Selereno, maka sejumlah sanksi dapat diterapkan, antara lain:
Sanksi administratif berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, berupa teguran tertulis, perintah penarikan dan pemusnahan pangan tidak layak konsumsi, penghentian sementara kegiatan distribusi, hingga pencabutan izin operasional dapur MBG,
Sanksi bidang kesehatan masyarakat sesuai UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, termasuk rekomendasi penutupan sementara fasilitas pengolahan pangan dan kewajiban perbaikan sistem sanitasi,
Potensi sanksi pidana, apabila terbukti terjadi kelalaian serius yang membahayakan kesehatan murid, dengan ancaman pidana penjara dan/atau denda sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan,
Evaluasi dan pemutusan kerja sama penyelenggaraan program, serta kemungkinan blacklist dari pelaksanaan program sejenis di masa mendatang.
Libur Sekolah Tak Bisa Jadi Alasan
Pihak dapur menyebut pembagian paket MBG libur sekolah hanya untuk 10 hari karena adanya libur nasional. Namun masyarakat menegaskan bahwa apa pun skema distribusinya, standar keamanan dan kelayakan pangan untuk murid tidak boleh diturunkan.
“Ini makanan untuk anak sekolah. Bukan soal diganti atau tidak, tapi kenapa bisa lolos dari awal,” tegas salah satu wali murid.
Desakan Evaluasi Menyeluruh
Kasus ini memicu desakan agar Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, dan Dinas Pangan segera turun tangan melakukan pemeriksaan lapangan, audit dapur MBG, serta memastikan kejadian serupa tidak terulang.

Program MBG merupakan program strategis nasional yang menyangkut hak dasar anak atas pangan bergizi, aman, dan layak konsumsi. Setiap kelalaian, meski hanya sebagian bahan pangan, tetap merupakan persoalan serius yang tidak boleh dianggap sepele.
Hingga berita ini diterbitkan, masyarakat dan wali murid masih menunggu tindak lanjut nyata dari pihak berwenang, bukan sekadar permintaan maaf atau janji penggantian bahan pangan.
(Dicky)












