LAMPUNG, INFOBERITA – Aktivitas peledakan batu (blasting) yang diduga dilakukan PT Bima Mix dinilai kian tidak terkendali dan menimbulkan dampak serius terhadap keselamatan, kenyamanan, serta kesehatan masyarakat di sekitar area operasi. Kejadian ini memuncak pada Senin, 25 November 2025.
Menurut keterangan warga, ledakan tidak hanya dilakukan sekali, namun dalam jumlah yang cukup banyak dalam satu waktu. Warga menyebut dentuman keras, getaran kuat, serta debu yang menghujani permukiman kini sudah berada pada batas yang tidak lagi dapat ditoleransi.
“Kami sudah capek dengan dentuman itu. Suara dan getarannya langsung terasa di rumah, kaca sampai bergetar. Ini sudah terlalu dekat dan tidak wajar,” tutur salah satu warga yang berharap pemerintah segera turun tangan sebelum terjadi hal yang lebih buruk.
PT Bima Mix diketahui beroperasi di dua desa, yakni Tanjung Ratu dan Tanjung Agung. Namun lokasi blasting yang paling dekat berada di wilayah Desa Tanjung Agung, sehingga desa ini menjadi pihak yang paling terdampak.
Selain suara ledakan dan getaran, debu hasil peledakan disebut telah mencemari udara sekitar pemukiman. Banyak warga mulai mengeluhkan gangguan pernapasan, terutama anak-anak dan lansia yang dinilai lebih rentan terhadap paparan debu industri.
Setelah berita protes tersebut beredar, awak media mencoba mengonfirmasi ke salah satu karyawan PT Bima Mix berinisial Yd. Ia menyebut bahwa perusahaan sudah memberikan kompensasi rutin kepada masyarakat.
“Konfensasi setiap bulan dikeluarkan dari PT sebesar Rp 28 juta per bulan untuk dua desa. Rumah-rumah yang paling dekat juga sudah dibayar lunas oleh perusahaan, termasuk rumah Buharim. Tapi orangnya yang alot, tidak mau pindah,” ujarnya.
Sementara, Buharim saat di konfirmasi terkait pernyataan Yd terkait dirinya serta Konfensasi, ia mengatakan, “Saya tidak mau pindah karena tanah saya belum dibayar. Kalau rumah memang benar sudah lunas, tapi tanah saya kurang lebih 2 hektare yang terdampak blasting PT Bima Mix di bebaskan dan saya tidak mendapat Konfensasi,” tegasnya.
Sisi lain, selain dampak fisik akibat blasting, warga mulai mempertanyakan legalitas operasional perusahaan. Menurut mereka, tidak pernah ada sosialisasi terbuka terkait izin usaha, dokumen lingkungan, izin penggunaan bahan peledak, maupun standar operasi blasting.
“Apakah perusahaan ini benar-benar punya izin lengkap? Kalau blasting sedekat ini dengan rumah warga, apa tidak melanggar aturan Minerba? Kenapa warga tidak pernah dilibatkan?” ungkap salah satu warga dengan nada kesal.
Warga menduga aktivitas blasting tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), khususnya mengenai kewajiban perusahaan untuk menjaga keselamatan masyarakat, lingkungan, serta jarak aman peledakan dari pemukiman.
Terpisah, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, seseorang bernama Felix, yang disebut sebagai pihak internal PT Bima Mix, memberikan jawaban singkat.
“Maaf Pak, terkait kegiatan blasting banyak pihak yang terlibat. Yang jelas sudah diantisipasi dan diawasi. Sudah ada kesepakatan dengan masyarakat. Jika ingin lebih jelas, lebih baik berbicara bersama pihak-pihak lain yang terkait,” tulisnya.
Namun pernyataan tersebut dinilai warga tidak menjawab persoalan inti: tingkat keamanan blasting, jarak operasi terhadap pemukiman, dampak kesehatan, serta transparansi perizinan.
Karena tidak adanya langkah tegas dari perusahaan, warga kini menuntut pemerintah mulai dari tingkat desa, kecamatan, hingga dinas terkait untuk turun langsung ke lokasi melakukan pemeriksaan.

Mereka berharap pemerintah memastikan apakah seluruh proses blasting PT Bima Mix dilakukan sesuai aturan hukum, standar operasional industri, serta memperhatikan keselamatan masyarakat sekitar.
“Kami bukan anti perusahaan, kami mendukung pembangunan. Tapi keselamatan dan kesehatan warga jauh lebih penting. Pemerintah harus turun dan memeriksa. Jangan tunggu sampai ada korban,” tegas salah satu warga.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari pemerintah daerah maupun dinas terkait. Sementara itu, warga menyatakan siap mengambil langkah lain jika keluhan mereka tidak segera ditindak.
(Dicky)












