Fakta Memilukan Guru Honorer

Avatar
Oleh: Meyla Weeke Alfulana*
infoberita.id – Belakangan ini tengah ramai diperbincangkan seorang guru honorer di SMPN 1 Cikelet, Garut, Jawa Barat, membakar sekolah dikarenakan kecewa menanti upah selama 24 tahun ia mengabdi. Beliau bernama Munir Alamsyah (53) seorang guru mata pelajaran fisika di SMPN 1 Cikelet, Garut, Jawa Barat. Beliau mengabdi kurang lebih 24 tahun, dan beliau menuntut gajinya pada tahun 1996 – 1998.
Rasa kecewa akibat pengharapan beliau berujung amarah yang mengakibatkan sebuah tragedi pembakaran sekolah tempat beliau mengajar pada 14 Januari 2022. Atas tindakannya, beliau sempat menjalani pemeriksaan hukum. Sebelum akhirnya dilakukan kesepakatan antara kedua belah pihak untuk memaafkan pelaku dan pihak kepolisian memberi keputusan pembebasan tuntutan.
Pembebasan tuntutan tersebut dilandasi oleh peraturan kepolisian nomor 8 tahun 2021 terkait masalah penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif.
Kepala kepolisian Resor Garut, AKBP Wirdhanto Wicaksono menjelaskan, bahwa pihak kepolisian telah meninjau berdasarkan materiil dan formilnya yang telah terpenuhi (restorative justice) sehingga pelaku dapat dibebaskan.
Sebagai bentuk prihatin atas apa yang terjadi, Dinas Pendidikan Kabupaten Garut turun tangan dengan memberikan uang sejumlah Rp. 6 Juta kepada pelaku dan diharapkan dapat menuntaskan masalah utang honor tersebut.
Disdik juga menuturkan, bahwa beliau adalah guru yang baik, dan menekankan kepada kepala sekolah agar peka terhadap lingkungan sekitarnya serta memperhatikan bawahannya terutama staff pengajar dalam sekolah.
Apa yang terjadi kepada munir begitu menyayat hati. Bagaimana tidak, beliau adalah seorang guru, fasilitator Pendidikan, mengantongi ijazah, tapi ironisnya upah yang diterima tidak lebih dari upah seorang kuli pasar.
Pengabdian yang beliau berikan seakan tidak ada harganya, dan yang paling memilukan adalah beliau telah menanti upah selama 24 tahun mengabdi. Tentu saja apa yang beliau alami merupakan nasib dari sebagian guru honorer di negeri ini, dan ini adalah fakta yang begitu menampar.
Seketika terbesit, bagaimana guru-guru honorer di luar sana yang mengalami keadaan seperti beliau ini dapat senantiasa merawat hatinya agar tetap lapang. Keadaan yang memilukan menjadi suatu problematika yang pantas untuk dipertanyakan. Nasib dari seorang guru, sebagai fasilitator Pendidikan sejatinya perlu untuk lebih diperhatikan.
Mengingat aspek Pendidikan merupakan suatu prioritas dalam kebutuhan masyarakat. Fakta-fakta mengenai guru menjadi pertimbangan pada generasi muda untuk meneruskan Pendidikan di jenjang selanjutnya. Opsi untuk menjadi guru mulai dipikirkan dengan matang, apakah upah yang akan diterima setara dengan pengabdian.
Memang benar, dalam mengajar diperlukan keikhlasan, akan tetapi berbicara mengenai kebutuhan, maka setiap orang perlu upah sebagai sarana untuk dapat bertahan hidup. Kesabaran dan keuletan tanpa getas seorang guru memang seharusnya dapat dibayar tuntas. Perlu kita perhatikan, jarak tempuh antara sekolah dengan kediaman, medan tempuh yang kadangkala tidak mudah dan tidak semulus yang kita bayangkan, waktu, tenaga dan banyak lagi pengorbanan yang dilakukan seorang guru.
Tentu saja pengabdiannya perlu diapresiasi. Pihak kepala sekolah dan pemerintah setempat seharusnya lebih peka terhadap keadaan di dekitar dan lebih memperhatikan kebutuhan dari fasilitator Pendidikan, sehingga kasus yang terjadi oleh Munir Alamsyah tidak terulang Kembali. (***)
*Penulis merupakan seorang mahasiswi Prodi Pendidikan Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang. Dan dara asal Bojonegoro ini memiliki hobi rebahan yang ingin menjadi seorang penulis produktif.